Matahari belum naik terlalu tinggi ketika sampai di tempat yang baru kali pertama kami kunjungi. Stasiun Balapan. Halaman parkir yang datarannya tidak rata, beberapa bangunan di kompleks stasiun yang terpisah, serta lorong panjang penuh stand penjual penganan benar-benar baru kami temui di stasiun ini. Penataan dan gaya yang berbeda dari stasiun di Semarang, kota kami tinggal.
Pagi ini kami berniat untuk pergi ke Yogyakarta mengunjungi Festival MocoSik. Festival yang merupakan gabungan dari pameran buku, bincang-bincang dengan penulis, serta penampilan musik dari musisi indie dan nasional. Sebuah acara yang pas untuk kami, sepasang kekasih yang bisa dikatakan cukup gemar membaca. Kami sangat antusias untuk datang berburu buku dan menambah koleksi perpustakaan kecil kami.
Kami datang cukup gasik di Stasiun Balapan dengan niat untuk menikmati suasana di sana. Beberapa hal yang membuat kami kagum adalah jumlah jalur kereta yang banyak (seingat saya ada 7 jalur) peron di 2 sisi, serta kebersihan dan ketertiban yang sangat terjaga. Beberapa sudut stasiun yang bercorak arsitektur Eropa menambah kesan bersejarah stasiun yang dibangun pada 1873 itu.
Salah satu sudut di area peron Stasiun Balapan, Solo |
Cukup puas kami menikmati suasana di area peron saat petugas mengumumkan kedatangan kereta kami. Prambanan Ekspres atau biasa disingkat Prameks. Moda transportasi andalan para pelancong dari Solo ke Yogyakarta ataupun sebaliknya. Satu hal yang menggangu kami adalah fakta bahwa setiap ada kereta datang tidak ada lagu/jingle yang diputar seperti di Stasiun Semarang, Pekalongan, dan sekitarnya. Kami menduga bahwa apabila ada lagu yang diputar semestinya adalah lagu mahsyur Stasiun Balapan milik Sang Bapak Patah Hati Nasional, The Lord Didi Kempot.
Suasana peron Stasiun Balapan yang bersih dan luas |
Kereta tiba sekitar pukul 10.35, lima menit sebelum diberangkatkan kembali ke Yogyakarta. Dari beberapa referensi yang kami baca, kami paham bahwa tidak ada nomor kursi di setiap tiket KA Prameks yang kita beli. Artinya, kami harus cepat-cepat naik untuk mendapatkan tempat duduk. Kami yakin 59 KM yang ditempuh sekitar 75 menit itu akan terasa sangat lama bila kami harus berdiri. Beruntungnya, kami mendapat tempat duduk walaupun harus berjalan mundur.
Desain interior kereta ini cukup unik, yaitu perpaduan antara kereta jarak jauh konvensional dan KRL di Jakarta. Kursi kereta dibuat duduk berhadapan depan dan belakang, namun di bagian tengah diberi pegangan tangan bagi penumpang yang berdiri. Kami cukup memahami pertentangan batin desainer interior kereta ini apakah mengutamakan kenyamanan atau daya tampung. Benar-benar membingungkan.
Gambaran interior KA Prameks |
Kami sangat menikmati pemandangan sepanjang perjalanan dari Stasiun Balapan menuju Stasiun Lempuyangan tempat kami akan turun. Tipikal areal persawahan yang kental dengan warna hijau, sungai-sungai kecil, serta barisan pepohonan yang agak gersang ditempa kemarau menemani pengalaman pertama kami di atas KA Prameks.
Kami benar-benar bersyukur, dengan hanya membayar 8 ribu sudah bisa menikmati perjalanan dari Solo menuju Yogyakarta dengan penuh cerita.